đŠȘ Kelebihan Dan Kekurangan Film Rudy Habibie
KELEBIHANDAN KEKURANGAN. Kelebihan: adalah tokoh yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sehingga penonton mengharapkan adanya kemiripan fisik antara Habibie versi film dengan Habibie yang sebenarnya. Tio Pakusadewo yang hadir sekilas memerankan sosok pak Harto juga kurang pas gesture-nya, menurut saya hanya rambut belakangnya saja yang
Kelebihandan kekurangan teks biografi bj habibie . Question from @Afif293 - Sekolah Menengah Pertama - B. indonesia Articles Register ; Sign In . Afif293 @Afif293. November 2019 2 16 Report. Kelebihan dan kekurangan teks biografi bj habibie sudyartini Kelebihannya kita bisa mengetahui seorang b. j habbibie yang sebenarnya kita tidak
RudyHabibie atau Presiden ke-3 RI Pak B.J. Habibie : "Jadilah Mata Air Kehidupan". Sebuah Prekuel Film dari Habibie & Aninun ( Habibie & Ainun 2) dengan sutradara Hanung Bramantyo , Penulis Skenario Gina S. Noer, MD Pictures. Diperankan oleh Reza Rahadian, Chelsea Islan, Indah Permatasari, Ernest Prakasa, Boris Bokir, Verdi Solaiman, Dian Nitami, Pandji Pragiwaksono dan mulai tayang tanggal
Mengadukemosi. Rudy saat bersama Ilona. (Foto: Youtube) Demikianlah sepenggal kisah cinta dua sosok insan bernama Rudy dan Ilona, yang saya saksikan dalam film Rudy Habibie. Sungguh begitu mengaduk emosi saya, bahkan sempat terharu dibuatnya. Kemampuan akting dari Reza Rahadian sebagai Rudy Habibie, juga Chelsea Islan sebagai Ilona Ianovska
Judulfilm : Habibie Ainun. Sutradara : Faozan Rizal. Produksi : Manoj Punjabi. Tahun : 2012. Sinopsis Film : Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun. Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk
Rudyhabibie (habibie & ainun 2) sutradara: Dan akhirnya, dua hari yang lalu aku berkesempatan untuk menonton film tersebut. Kelebihan dan kekurangan film habibie dan ainun rudŃ habibie Ńeorang jeniuŃ ahlipeŃaᎥat terbang Ńang punŃa mimpi beŃar: Setting awal dimulai ketika habibie dan ainun masih remaja, mereka memang. Source: www
RudyHabibie (2016) 6 voting, rata-rata 7,8 dari 10. Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2) Film ini merupakan prekuel dari film Habibie dan Ainun pada tahun 2012, Cerita dimulai ketika Rudy Habibie masuk Universitas RWTH Aachen dan bertemu dengan teman-temannya yang lain di Jerman, dan perjuangan hidupnya sebagai seorang mahasiswa, dan kehidupan
1 Film yang mengisahkan masa muda BJ Habibie ini benar-benar penuh inspirasi, bagaimana melalui pendidikan membangun karakter manusia Indonesia, baik karakter kinerja maupun karakter moral, di mana Pak Habibie atau Rudy Habibie menjadi role model. 2. BJ Habibie juga bukti bahwa siapa saja bisa punya kesempatan yang sama memperoleh pendidikan
Kelebihandan Kekurangan Kepemimpinan B.J. Habibie Bachrudddin Jusuf Habibie yang dikenal dengan sebutan B.J. Habibie, lahir di Pare-Pare Sulawe si Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936.
sebagaiAinun. Film Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2) tayang di bioskop pada akhir Juni 2016. Adapun para pemain yang membintangi film Rudy Habibie diantaranya Reza Rahadian, Chelsea Islan, Ernest Prakasa, dan Boris Bokir. Film ini bercerita tentang masa muda dari seorang visioner bernama Rudy (panggilan kecil B.J. Habibie). Karakter Rudy dalam
Satudi antara mereka juga memiliki keistimewaan atau kelebihan masing-masing. Di samping itu, setiap Presiden memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh presiden lainnya. Salah satu Presiden yang memiliki keistimewaan tersebut adalah Presiden BJ Habibie yang baru saja meninggal dunia pada 11 September 2019 sekitar pukul 18:05 di RSPAD
SoalUt Eksi4203. 20190314 Soal UT Ilmu Hukum EKSI4202 Hukum Pajak Nah disini kami berbagi untuk Anda Soal UT Ilmu Hukum yang mana semua soal-soalnya sudah dilengkapi dengan kunci jawabannya. 20200429 Soal ujian ut manajemen eksi4203 teori portofolio dan analisis investasi beserta kunci jawaban seperti yang telah kami sampaikan diatas bahwa pada blog soal uas ut ini kami tidak hanya berbagi
9jCA. Empat tahun setelah kesuksesan film Habibie & Ainun, kini MD Pictures kembali meluncurkan karya terbarunya, film Rudy Habibie yang merupakan prekuel dari kisah hidup Habibie sebelum menikah dengan Ainun. Film arahan Manoj Punjabi ini berfokus pada lika-liku perjuangan Habibie selama bersekolah di Aachen, Jerman. Film dibuka dengan masa kecil Rudy di Parepare, Sulawesi. Kita diperkenalkan pada Rudy kecil yang pandai dan bercita-cita membuat pesawat. Di sini juga dijelaskan bahwa orangtua Rudy berasal dari dua suku yang berbeda, sehingga Rudy terbiasa hidup dalam pluralisme sejak kecil. Namun sayang Rudy terpaksa hidup berpindah-pindah lantaran banyaknya serangan udara pada masa perang. Pemandangan alam Sulawesi yang indah serta efek visual ledakan-ledakan bom berhasil memukau penonton. Kemudian kita dibawa menuju masa ketika Rudy yang sudah dewasa Reza Rahadian baru saja tiba di Aachen untuk mengikuti tes masuk Universitas RWTH. Di sekolah ini ia mendapatkan teman-teman baru yang berasal dari latar belakang yang beragam. Ada kenalan lamanya dari ITB, Liem Keng Kie Ernest Prakasa, seorang keturunan Tionghoa dari Bandung. Ada putri Sultan Solo, Ayu Indah Permatasari serta abdinya, Sugeng Bagas Luhur Pribadi. Ada juga Peter Manumasa Pandji Pragiwaksono, yang merupakan mantan tentara pejuang kemerdekaan, serta Poltak Hasibuan Boris Bokir, anak Medan yang ceria. Mereka semua merupakan penerima beasiswa pemerintah, kecuali Rudy yang dibiayai oleh ibunya. Nah, di sinilah film Rudy Habibie menjadi seperti kisah anak SMA. Sebagai murid non-beasiswa, ia sering di-bully oleh sekumpulan mahasiswa ikatan dinas alias Laskar Pelajar. Mereka meragukan kepintaran Rudy dan kerap mengejeknya. Di sisi lain, terjadi cinta segitiga dengan Ilona Ianovska Chelsea Islan, yang menyebabkan persahabatan Rudy bersitegang. Hmm, too much drama? Ada banyak kejadian bersejarah dalam film ini, misalnya seperti saat Rudy menggagaskan pembuatan organisasi PPI Aachen, atau saat ia memperjuangkan jalannya Seminar Pembangunan bagi seluruh mahasiswa Indonesia di Eropa. Berkali-kali Rudy harus berseteru dengan pihak pemerintah. Namun akibat fokus cerita yang bercabang-cabang, justru hal-hal penting ini tidak dijabarkan dengan detail. Contohnya seperti masalah Irian Barat atau ketidakikutsertaan Indonesia dalam NATO yang mungkin membuat penonton bingung. Sosok Rudy Habibie dalam film ini digambarkan begitu jenius dan sempurna. Ketika diremehkan oleh orang, dalam sekejap ia berhasil membuktikan bahwa mereka salah. Walau pun bossy, tapi Rudy tetap populer di kalangan mahasiswa Indonesia. Didera berbagai kesulitan, Rudy selalu rajin salat dan bertakwa kepada Tuhan. Masalah yang dihadapi Rudy semuanya eksternal, seperti kekurangan uang, kelaparan, sakit, atau idenya ditentang. Penggalian karakter Rudy tidak terlalu terasa karena sejak awal ia paling pintar dan selalu benar. Padahal justru kita ingin melihat perubahan seorang mahasiswa muda yang perlahan-lahan berkembang menjadi tokoh negara yang visioner pada masa itu. Reza Rahadian sekali lagi menyuguhkan performa terbaiknya sebagai Rudy Habibie. Dengan aksen yang khas dan bahasa Jerman yang fasih, Reza terlihat sangat alami sebagai anak muda di tahun 1950-an. Akting Reza mungkin terasa begitu dekat dengan orang-orang yang pernah merasakan sulitnya merantau di negeri orang. Emosinya ketika merasakan kegagalan, serta kesedihannya saat jatuh sakit dan homesick begitu memilukan. Malu, tidak mau merepotkan orangtua, dan ingin membuktikan bahwa dia bisa berdiri sendiri, merupakan suatu fase yang pasti pernah dirasakan mahasiswa mana pun. Penampilan teman-teman Rudy semuanya patut diacungi jempol. Ernest dan Pandji yang memiliki latar belakang sebagai stand up comedian, ternyata mampu berakting serius. Indah Permatasari sebagai Ayu juga tampil menarik dengan logat Jawa. Sayang justru peran Ilona rasanya kurang pas dibawakan oleh Chelsea Islan. Aksen Chelsea terdengar agak memaksakan, selain itu secara fisik juga Chelsea lebih terlihat seperti orang Indonesia ketimbang orang Polandia. Bicara soal fisik, film Rudy Habibie turut didukung oleh setting dan kostum era 1940-1950-an yang elegan. Tetapi terkadang kita menemukan penampilan yang tidak sesuai zamannya, seperti rambut lurus yang digerai panjang, konde yang modern, atau fashion ala 1960-an. Memang ini adalah salah satu kekurangan perfilman Indonesia dalam membuat period movie yang masih perlu ditingkatkan lagi. Pada akhirnya, pesan moral yang ingin disampaikan dalam film ini kurang jelas akibat alur cerita yang rumit. Kita semua tahu bahwa Rudy Habibie akhirnya kembali ke Indonesia karena ia ingin membangun Indonesia yang lebih baik. Akan tetapi poin utama tentang cinta Tanah Air ini malah tertutup dengan bumbu percintaan, kisah masa kecil Rudy, masalah perbedaan suku dan agama, dan adegan-adegan komedi yang sebetulnya tidak perlu. Mungkin lewat film ini Manoj Punjabi bermaksud mengungkap sisi seorang Rudy Habibie yang lebih manusiawi dan mudah dicerna oleh semua kalangan. Dengan setting Eropa yang cantik, cerita yang berbobot, dan sederet pemain ternama, film ini memang cocok sebagai inspirasi segala umur. Rudy Habibie akan tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai 30 Juni 2016. Sebelum menonton, yuk kita tonton trailer film Rudy Habibie berikut ini Yuk, segera pesan tiket Rudy Habibie di sini sebelum kehabisan. Jangan lupa install aplikasi BookMyShow untuk Android di sini.
ï»żKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Resensi Film"Habibie & Ainun"Hamnah Fadwa Musyarrofah_2111420032 Identitas Film Judul film Habibie AinunSutradara Faozan RizalProduksi Manoj PunjabiTahun 2012 Sinopsis Film Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun. Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya. Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman. Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Film ini memang sekuel dari film Habibie & Ainun 2012, sehingga memiliki judul alias âHabibie & Ainun 2â. Digarap oleh rumah produksi berdana besar dan berpengalaman panjang yaitu MD Pictures dengan produser Manoj Punjabi, penonton bisa berharap tontonan yang menarik. Sebagai seorang kritikus film independen tanpa bayaran, saya tentu mengharapkan lebih. Karena ini film biografi dengan latar sejarah, satu yang saya soroti adalah bagaimana sutradara dan seluruh crew film menampilkan keakuratan detail di layar perak. Dan, dengan melihat sekali saat tayang perdana untuk umum di bioskop Kamis 30/6 kemarin, sedikit-banyak saya cukup terpuaskan. Walau, tetap saja, tak ada gading yang tak retak. OK. Kita mulai saja ulasannya. Untuk menonton film ini, diharapkan Anda sudah menyaksikan sekuel film pertamanya,Habibie & Ainun 2012. Karena ada beberapa bagian yang sangat terkait dengan film itu. Tetapi bila tidak pun, sebenarnya tidak masalah. Hanya saja, karena bagi orang Indonesia sosok Prof. Dr. Ing. Bacharudin Jusuf Habibie begitu terkenal, cerita dan karakter di film ini terasa asing karena memang tak tampil di kehidupan sang presiden ketiga negara kita itu. Karakter utama film ini tentu saja Rudy Habibie, yang masih menempuh studi S-1-nya di Jerman, tepatnya di RWTH Rheinisch-WestfĂ€lische Technische Hochschule di kota Aachen. Bila di film pertama dikisahkan saat ia menempuh studi doktoral hingga jadi Presiden, maka berarti film ini bisa dibilang prekuel dari serial pertamanya. Satu hal kecil namun terasa mengganggu bagi penonton dengan detail seperti saya adalah ketiadaan penjelasan waktu terjadinya peristiwa. Pada tulisan di layar, hanya ada tulisan nama kota. Padahal, bukan hal sulit mencantumkan tambahan âAachen-Jerman, awal 1960â misalnya. Ini akan terasa mengganggu ketika ada tokoh historis Bung Karno dimunculkan di layar. Padahal kita tahu, Habibie justru adalah pendukung utama Soeharto, presiden kedua Indonesia yang menggulingkan sang proklamator. Konflik ini akan muncul di seperempat akhir film. Tapi marilah kembali fokus ke cerita, yang tampaknya diinginkan pihak produser dan sutradara agar penonton terbuai di sana. Kisah dimulai saat Rudy kecil dan adiknya Fanny sedang bermain bersama teman-temannya di Pare-pare. Mereka melihat empat pesawat milik tentara Dai Nippon sedang membom pelabuhan. Habibie nyaris terjatuh dari tebing karena selain asyik, juga terkejut ternyata pesawat yang disenanginya malah melakukan hal jahat. Sementara di rumahnya, ibu mereka Dian Nitami âyang dipanggil mami- memutuskan mengungsi. Padahal ayah dan kedua anak lelakinya itu belum pulang. Rudy bertemu ibu dan keluarganya di jalan, tapi ia kembali ke rumah karena tak mau meninggalkan buku dan pesawat model mainannya yang disebut âMeccanoâ. Saat tiba di rumah, tak lama sang ayah pun pulang mendapati rumah sudah berantakan. Ia memaksa kedua anaknya untuk segera pergi walau Rudy belum sempat menyelesaikan berkemasnya. Kisah masa kecil Rudy inilah yang kemudian di sepanjang film menjadi semacam jangkar bagi Rudy muda yang tengah menempuh pendidikan jauh di negeri orang. Kisah lantas beralih ke saat Rudy menempuh pendidikan strata satu di Jerman. Ia termangu di depan sebuah gereja yang direkomendasikan dari tanah air. Seorang pastor yang keluar memperkenalkan namanya, dan meski ia orang Jerman, tapi ternyata fasih berbahasa Indonesia. Ternyata Pastor Gilbert itu adalah teman dari Romo Soegijapranata -Uskup Semarang- saat masih di seminari. Bersama sang pastor, Rudy mencari rumah yang mau menampung dirinya untuk indekost. Ternyata, profilnya dari negara bernama Indonesia yang tidak dikenal membuatnya sulit diterima. Dan itu bukan kesulitan pertamanya sebagai mahasiswa, walau ia digambarkan fasih berbahasa Jerman dan Belanda, yang merupakan bahasa serumpun, selain bahasa Inggris dan juga Prancis. Rudy yang kaku dan cenderung kuper ternyata ditaksir beberapa wanita karena kepintarannya. Di film ini digambarkan ia menjadi bintang di sebuah pesta yang diadakan oleh PPI Perhimpunan Pelajar Indonesia. Tetapi tentu saja romansa yang terjalin adalah antara Rudy dengan Ilona, dengan bumbu cinta tertolaknya Ayu. Detailnya tentu lebih nyaman bila disaksikan sendiri. Oh ya, karena kita tahu bahwa Habibie akhirnya menikah dengan Ainun, tentu bukan rahasia bila penonton bisa menebak bahwa kisah romansanya dengan Ilona juga pada akhirnya kandas. Dalam bagian-bagian berikutnya, saya lebih memilih membahas mengenai beberapa aspek dalam sinematografi daripada jalan ceritanya. Karena untuk hal ini, lebih terasa asyik bila menonton langsung filmnya di bioskop. Oh ya, ada âintipanâ juga untuk sekuel ketiganya pasca film sebelum credit title. Sebuah gaya keren yang meniru model filmnya Marvel. Alur dan Teknik Penceritaan Rudy Habibie sedang mengikuti ujian masuk RWTH Foto MD Pictures Rudy Habibie sedang menempuh ujian masuk RWTH. foto MD Pictures Satu hal yang harus sangat diingat penonton, film ini fiktif berlatar historis. Hanya âbased on inspiring true storyâ bukan âtrue storyâ. Diangkat dari buku berjudul Rudy Kisah Masa Muda Sang Visioner karya Gina S Noer. Beberapa karakter saya ragukan keaslian historisnya karena saya sama sekali tak membaca bukunya. Seperti karakter Ayu yang digambarkan sebagai âputri raja Soloâ yang bahkan didampingi abdi dalem saat kuliah di Jerman. Apakah karakter ini benar ada? Berarti ia adalah salah satu putri âraja Soloâ, walau tak jelas yang mana, apakah Kasunanan Surakarta atau Kadipaten Mangkunegaran? Bila karakter ini historis dan faktual, bukankah sama saja menyatakan putri sang raja tertolak cintanya oleh Habibie dan itu sedikit banyak mempermalukan harkat dan martabatnya? Patut dicatat saya menulis resensi ini dengan mengesampingkan wawancara dengan para pemain dan produser yang saya lihat di televisi. Juga ketiga karakter antagonis yang dikisahkan merupakan veteran dari âLaskar Pelajarâ yang juga sedang belajar di RWTH. Apalagi mereka bertiga sampai menghajar Rudy secara fisik. Padahal seringkali mereka juga mem-bully-nya. Agak tidak masuk akal juga seorang di antaranya yaitu Panca Cornelio Sunny sampai membawa-bawa pistor Luger ke mana-mana. Walau tentu regulasi di Jerman bisa berbeda, agak aneh seorang WNA bisa bebas bersenjata api. Alur penceritaan film ini maju dengan beberapa kilas balik flash-back ke masa lalu Rudy kecil. Teknik penceritaannya adalah melalui âGodâs eyeâ atau âangelâs eyeâ yang menunjukkan seolah kita melihat rekaman hidup Rudy dan para karakter di sekitarnya. Semacam reka ulang non-dokumenter dengan bumbu dramatisasi di sana-sini. Yah, soal dramatisasi ini saya merasakan aroma âlebayâ di beberapa scene. Pertama adalah adegan saat Rudy masih kecil. Adegan ini bahkan dua kali diulang sebagai kilasan memori. Itu adalah adegan saat pengungsi tampak berjongkok sambil menutup telinga di sebuah lapangan, sementara di latar belakang mereka tampak ada ledakan dari bom yang dijatuhkan pesawat. Duh, adegan berteriak sambil berjongkok dan menutup telinga itu terlihat sekali diaturnya. Tidak alami. Kedua adalah saat Alwi Abdul Jalil Habibie Donny Damara ayah Rudy Habibie meninggal dunia saat sedang menjadi imam shalat. Luar biasa khusnul khatimah-nya. Apalagi ditambah adegan slow-motion para anggota keluarga yang menangis, tentu saja untuk memancing penonton ikut menangis terharu. Pemain dan Karakter Ilona dan Rudy Foto MD Pictures yang dimuat Ilona dan Rudy Foto MD Pictures yang dimuat Mengenai para pemain, saya terutama memuji penampilan Chelsea Islan sebagai Illona Ianovska, yang mampu mengimbangi pasangan mainnya yang lebih senior Reza Rahadian sebagai Rudy Habibie. Hanya satu kekurangan, teknologi perfilman kita belum mampu membuat tokoh seperti Dwarf di trilogy film The Lord of The Ring dan The Hobbit. Sehingga Rudy di film sama jangkungnya dengan pemerannya, dan jelas lebih tinggi daripada Rudy historis yang masih hidup. Tak heran terlihat ada satu adegan di taman dimana Chelsea mengenakan sepatu berhak tebal demi mengimbangi ketinggian fisik pasangan mainnya itu. But, after all, dengan kepiawaian acting keduanya, soal kekurangan penampilan fisik tertutupi dengan baik. Satu pemain lagi yang mampu mencuri hati saya adalah Indah Permatasari yang memerankan Ayu. Ia mampu tampil kenes dan menggemaskan, sesuai karakter putri Solo yang diperankannya. Padahal ia baru berusia 18 tahun lho. Kelemahan pemilihan pemain justru tampak dari pemain pendukungnya. Saya sangat mempertanyakan pemilihan tiga komika stand-up comedian di film ini, yaitu Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa dan Boris Bokir. Padahal, peran mereka serius. Hanya karakter milik Boris yaitu Poltak Hasibuan yang agak kocak, lainnya tidak. Kerancuan ini nampak jelas karena saat Ernest pertama kali muncul, banyak alay yang menonton di bioskop bersama saya tertawa. Sementara Pandji rupanya agak kurang dikenali para alay dan mampu tampil cukup perform dengan perannya sebagai Peter, senior Rudy. Selain mereka bertiga, riasan Dian Nitami sebagai ibunda Rudy Tuti Marini Puspowardojo, agak kurang pas. Masih terlihat terlalu muda. Walau jujur, saya tak tahu berapa tepatnya usia Mami Rudy di masa Rudy masih seusia anak sekolah dasar. Tapi di hati kecil saya berharap kemunculan pemain seusia Christine Hakim untuk memerankannya. Namun setelah saya pikir, seharusnya usia maminya Rudy masih sekitar 30-40-an tahun saat itu, karena âorang zaman doeloeâ banyak yang menikah muda. Maka, riasan dengan rambut beruban justru terlalu berlebihan. Sementara karakter ayah Rudy tampil cukup kuat walau hanya sebentar saja durasinya. Property, Wardrobe dan Detail Lain Karakter dari kiri ke kanan Peter, Liem Keng Kie, Rudy, Mami Habibie, Ayu, Poltak Sumber foto Karakter dari kiri ke kanan Peter, Liem Keng Kie, Rudy, Mami Habibie, Ayu, Poltak Sumber foto Saya memilh tak menterjemahkan kedua istilah perfilman itu dari bahasa Inggris, walau ada padanannya yaitu âperlengkapanâ dan âbusanaâ, tetapi terasa kurang pas. Karena ada konotasi atau rasa bahasa yang terasa kurang dari terjemahannya. Satu kelemahan fatal dari wardrobe adalah busana Bung Karno. Well, digambarkan Bung Karno pernah mengunjungi Jerman. Pakaian sang Bung Besar digambarkan di film begitu kedodoran dan tak pas di badan. Jahitannya pun tak rapi. Saya agak heran dengan kelemahan detail itu. Padahal, Bung Karno terkenal dandy dan trendy. Agak sulit dipercaya pakaian jas yang dikenakan seorang presiden seberantakan itu. Demikian pula ia tampil polos dengan jas putih saja, tanpa mengenakan atribut kemiliteran sebagai Pangti ABRI/KOTI sama sekali. Padahal, dari foto-foto sejarah, kita tahu Bung Karno selalu tampil sebagai panglima militer tertinggi lengkap dengan beragam tanda jasa di dadanya, terkadang malah dilengkapi bintang lima di pundaknya. Karakternya memang cuma sepintas tampil saja, walau malah disayangkan wajahnya yang jelas tak mirip sempat tampil. Padahal justru pengambilan gambar dari punggung dan hanya tangan saja lebih pas. Selain itu, secara umum wardrobe cukup teliti dalam memotret busana era 1960-an. Walau begitu, detail lain saya puji, yaitu artikel di koran Jerman tentang kedatangan Soekarno di sana. Walau tentu untuk era digital printing seperti ini tak sulit membuatnya, beda kasus bila film ini dibuat 20 tahun lalu misalnya. Terakhir, yang amat saya sayangkan, keberpihakan pembuat film ini âentah disengaja atau tidak- pada rezim Orde Baru-nya Soeharto teramat sangat terasa. Koran yang memuat berita soal Soekarno tadi misalnya, cuma dijadikan alas shalat darurat oleh Rudy, yang setelahnya jelas Rudy membuangnya begitu saja. Demikian pula di seperempat terakhir film terasa sekali nuansa anti-Soekarno digambarkan di sana. Tokoh antagonis pun disebut dari âLaskar Pelajarâ, yang jelas terlalu dekat penamaannya dengan kesatuan historis âTentara Pelajarâ. Dan pertentangan terhadap penyelenggaraan Seminar Pembangunan kontra Front Nasional merupakan penggambaran yang terlalu telanjang terhadap suasana pro-kontra Soekarno dan rezim Orde Lama. Oh ya, penamaan Orde Lama dan Orde Baru pun sebenarnya bias, karena diciptakan oleh rezimnya Soeharto. Rudy pun digambarkan berani bicara keras âbahkan sambil menudingkan telunjuk tangan- kepada Bung Karno, satu hal yang terasa mustahil benar terjadi. Bung Karno memang dikenal dekat dengan rakyat hingga siapa saja bahkan bisa masuk istana saat ia menjabat. Tapi, di era 1960-an usai ia diangkat jadi Presiden Seumur Hidup oleh MPRS pada 15 Mei 1963, posisinya sudah begitu absolut dan membuat orang takut. Tidak mungkin seorang mahasiswa âapalagi sesantun Habibie muda- berani menudingkan telunjuk kepada presiden. Apalagi Habibie digambarkan selain santun juga sangat menghormati orang yang lebih tua. Bagaimana pun, Bung Karno adalah orang tua yang kebetulan diamanatkan sebagai presiden kita saat itu. Mengenai property, pemilihan lokasi sangat cermat. Penggambaran setting di Indonesia, Jerman dan Chekoslovakia bagus. Penonton akan dibawa ke suasana Jerman di masa 1960-an. Walau sekarang banyak kota di Jerman sudah banyak berubah, menemukan lokasi yang tepat tentu sebuah tantangan tersendiri. Detail kecil seperti kotak telepon umum serta telepon yang nomornya diputar tentu juga merupakan sebuah kerja yang tidak mudah dari tim yang bertugas. Dan ini saya pujikan telah dikerjakan dengan baik. Detail lain adalah pada bahasa. Saya memuji penggunaan bahasa Jerman yang cermat dan tanpa kesalahan tata bahasa. Kebetulan saya cukup menguasai walau mungkin tak sefasih Habibie. Dalam film, tantangan terberat ada pada karakter Ilona, seorang Polandia yang mampu berbahasa Jerman, Inggris bahkan bahasa Indonesia. Dan luar biasanya, Chelsea Islan bahkan mampu memerankannya dengan sangat baik sampai saya lupa dia orang Indonesia! Pesan & Hikmah Bagi Penonton Seusai menonton film ini, penonton tentu diharapkan terinspirasi dari perjuangan Habibie muda. Nama Habibie sendiri sebenarnya nama keluarga, tapi kita memang mengenal Bacharudin Jusuf Habibie sebagai Habibie saja, walau ada banyak Habibie lain di keluarga beliau. Penggambaran film biografi âsebagaimana juga buku biografi- yang dilakukan dengan supervisi pemilik riwayat hidup terkait, memang sulit untuk obyektif. Hampir pasti yang ditonjolkan adalah sisi-sisi positifnya saja. Kecil kemungkinan ada cacat dan cela yang ditampilkan. Walau masih lebih baik biografi dengan supervisi daripada otobiografi. Namun, tentu yang paling obyektif adalah biografi yang ditulis ahli tanpa supervisi. Jadi, harus dimaklumi bila sebagian besar cerita semata adalah hal positif. Secara pribadi, saya terinspirasi oleh Rudy Habibie muda yang menghadapi tantangan tidak ringan dalam studinya. Habibie yang berkali-kali mengatakan âsaya gagalâ pun saya alami. Karena sebagai sesama perfeksionis, kegagalan adalah hal yang paling ditakuti. Dan Rudy Habibie muda ternyata juga sulit memperoleh teman yang percaya pada visinya. Bagaimana pun, film ini bagus untuk edukasi, terutama bagi generasi muda. Dan di hari perdana penayangan untuk umum kemarin, kursi bioskop terisi penuh. Bisa jadi target âangka sakralâ 1 juta penonton bisa ditembus film ini, seperti halnya telah sukses dilakukan sekuel film pertamanya. Pada akhirnya, kerja keras crew film yang dipimpin Hanung Bramantyo sebagai sutradara harus diberikan apresiasi tinggi. Proficiat! Tulisan ini juga dimuat di Kompasiana
kelebihan dan kekurangan film rudy habibie